Fiqih, Manhaj

Hukum Air dalam Bersuci


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya.

Insyaallah kami akan membahas secara berseri secara ringkas hukum dalam masalah thaharah (bersuci). Pada kesempatan kali ini kita akan membahas secara singkat air yang sah digunakan untuk bersuci dan air yang tidak sah digunakan dalam bersuci. Tulisan ini kami sarikan dari kitab Mulakhos Fiqhiyah karangan guru kami, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan hafidzahullah ta’ala .

Dalam sebuah hadistnya Rasulullah bersabda, Kunci shalat adalah bersuci [1]. Shalat tidak akan diterima kecuali setelah bersuci. Maka masalah thaharah adalah masalah yang penting. Definisi thaharah secara syara’ adalah mengangkat hadas dan menghilangkan najis. Alat yang dipakai dalam bersuci adalah air atau yang menggantikannya (misal debu yang digunakan dalam tayamum).

Dalam masalah air Allah berfirman,

وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُوراً

Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih (al Furqan: 48)

Allah juga berfirman,

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ

Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu (Anfaal: 11)

Air yang suci (thahur) adalah air yang suci secara dzatnya dan mensucikan (dapat digunakan untuk bersuci). Yaitu air yang tetap dalam sifat aslinya seperti air hujan, air dari mata air, air danau, air laut dan lainnya. Berikut ringkasan pembahasan tentang hukum air : Lanjutkan membaca “Hukum Air dalam Bersuci”